TEHNIK MERUQYAH PENGIKUT SYI'AH LAKNATULLAH
Kesurupan ialah kejadian menyusupnya setan ke dalam tubuh seseorang kemudian tersebut bertingkah laku aneh seperti orang gila. Obat dan terapi bagi orang yang terjangkit gangguan ini ialah ruqyah syar’iah berupa ayat-ayat al-qur’an dan hadis-hadis supaya jin ifrit itu keluar. Pemikiran dan ajaran syiah rafidhah tak ubahnya seperti gangguan kesurupan ini. Jika seseorang telah dirasuki ajaran syiah ini, dia akan mengalami gangguan yang serius. Bahkan anak-anak kecil pun tidak akan luput dari trauma ritual sadis yang mereka saksikan tiap tahun setiap tanggal 10 Muharram. Sampai dewasa, dalam benaknya anak-anak itu mengusung tragedy karbala yang telah menewaskan al-Husain cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai syahid.
Peristiwa itu seolah-olah sedang terjadi dan dia salah seorang pelaku pembantaian itu, sebagai salah seorang yang telah mengkhianati beliau radhiyallahu ‘anhu. Tetapi kemudian sihir para pemuka bersorban mereka membuat mereka berhalusinasi bahwa ahlus sunnahlah yang telah melakukan pembantaian tersebut. Padahal kita tahu dan mereka pun mengakui bahwa pesukan yang membunuh al-Husain radhiyallahu ‘anhu seluruhnya adalah orang-orang kufah dan bashrah yang mereka akui sebagai pendukung ahli bait Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak seorang pun prajurit Syam, yang mereka tuduh sebagai musuh ahli bait, berada di tangan mereka.
Dari sini terbetik dalam pikiran saya, orang malang seperti in butuh diruqyah seperti orang kesurupan. Proses pengusiran jin pemikiran sesat dari kepala orang syiah ini diawali dengan empat orang laki-laki yang kuat untuk memeganginya. Kemudian peruqyah membaca ayat berikut berulang-ulang di telinganya;
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (٢٩)
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.(QS. Al-Fath: 29)
Kemudian ayat ini juga:
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٠٠)
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At-Taubah: 100)
Kemudian mengulang-ulang ayat:
….ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ….(٤٠)
“….sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada temannya (Abu Bakar): ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita….’.”(QS. At-Taubah: 40)
Setelah membaca ayat-ayat tersebut, hendaknya peruqyah mengulang-ulang kalimat shahibihi….shahibihi….shahibihi (Sahabat beliau….sahabat beliau….sahabat beliau). Orang malang itu barang kali akan berteriak dengan sekeras-kerasnya. Jangan dihiraukan, lanjutkan mengulang-ulang ucapan shahibihi….shahibihi….shahibihi kemudian bacakan lagi dengan suara yang keras, hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
“Abu bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga dan Abu Ubaidah bin Al-jarrah di surga.” (HR. Turmudzi, Ahmad, Nasai; dishahihkan oleh al-Bani)
Kemudian laki-laki yang memegangnya tentu akan sangat kesulitan karena orang tersebut tentu akan meronta-ronta penuh amarah. Olah karena itu hendaklah mereka berhati-hati dan lebih kuat memeganginya. Kemudian peruqyah harus pula mengulang-ulangi ayat berikut:
… وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ …
“Dan para istrinya (Muhammad ) adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)”(QS. Al-Ahzab: 6)
Kemudian diikuti dengan hadis:
وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
“Keutamaan Aisyah atas kaum wanita, seperti keutamaan Tsarid atas seluruh makanan.” (HR. Bukhari)
Jika dia pingsan, biarkan hingga siuman. Setelah dia siuman, maka perhatikanlah apakah pikiran-pikiran setan itu telah keluar dari kepalanya atau belum. Jika belum keluar maka hendaknya diruqyah kembali seperti tadi, kemudian mengulang-ulang ruqyah ini:
…..وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا ….(٨)
“….Jika kalian kembali, maka kamipun kembali….” (QS. Al-Isra: 8)
Apa yang mendorong saya untuk menulis isi hati ini ialah dunia maya yang memperjumpakan saya kembali dengan salah seorang kawan sepermainan yang biasa kami panggil Nadzir Basyir, anak kota Makkah. Ingatan saya segera menembus pada saat bersama beliau di masa lalu, 22 tahun yang lalu, saat saya berusia 16 tahun.
Saat itu saya telah menjadi imam pengganti, wakil Syekh Dr. Nashir bin Abdullah al-Maiman di Masjid Jami’ al-Malik Abdil Aziz di distrik al-Ma’badah, Makkah. Pada musim haji, jamaah haji Iran tinggal di sebelah masjid tersebut. Sebagian mereka sering shalat bersama kami, tetapi biasanya mereka masuk masjid setelah imam mengucap salam. Tampaknya sengaja supaya mereka membuat jamaah sendiri.
Waktu itu saya menjadi imam shalat. Setelah shalat seperti biasa saya duduk-duduk sejenak dibagian belakang masjid bersama temapan saya yang mulia Nadzir Basyir dan seorang teman lain Abdullah. Membicarakan dan berdiskusi ringan tentang beberapa hal. Sementari itu, tiga orang laki-laki dengan sorban yang sangat hitam dari kalangan para imam Syiah melangkah menuju tempat kami. Saya tidak menangkap raut kesalehan dan ketaatan pada wajah-wajah mereka. sesampai mereka di majlis kami, mereka meminta berkenalan dengan kami. Lalu mereka pun memulai dengan memperkenalkan diri masing-masing. Salah seorang dari mereka adalah Doktor di Universitas Teheran.
Setelah itu, mereka meminta kami untuk mengenalkan diri kami pula. Tiba-tiba saya mendapat ide melakukan sebuah percobaan yang sedikit usil, maka saya berkata kepada mereka, “Saya Utsman, ini Abu Bakar (yang saya maksud ialah teman saya Basyir),” lalu sambil menunjuk Abdullah, saya berkata, “Dan ini Umar.”
Ketiga orang bersorban hitam itu pun saling berpandangan satu sama lain dengan muka masam. Tanpa berkata-kata mereka berpaling bergegas pergi, -semoga Allah memalingkan hati mereka semua- seakan-akan mereka adalah keledai liar yang ketakutan melihat singa. Setelah itu, dengan karunia Allah, saya temukan ruqyah pengusir Syiah ini terdapat dalam kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, tumbuh sesuai fitrah dalam akal dan hati kaum muslimin. Sesungguhnya penghinaan terhadap para sahabat adalah penghinaan kepada orang yang telah memilih mereka untuk menjadi sahabat, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Seorang teman pernah menyampaikan, suatu ketika orang-orang syiah hendak memasuki masjidil haram. Setelah menanggalkan alas kaki mereka dan berada di depan salah satu pintu masuk, tiba-tiba salah seorang di antara mereka berteriak dari kejauhan, “Hei, berhenti! Berhenti dulu!” ketika telah sampai di tempat kawan-kawannya itu dia berkata menjelaskan, “Janganlah masuk dari pintu ini, apakah kalian tidak membaca nama pintu ini? Ini adalah pintu Umar.” Maka mata mereka pun menyelidik, ternyata memang benar pintu itu dengan nama al-Faruq, Umar radhiyallahu ‘anhu. Mereka pun berkata, “Ya, kamu benar, kita tidak akan masuk dari pintu ini.” Lalu mereka menuju pintu yang lain.
Penutur kejadian ini mengulas, “Jadi, benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " والذي نفسي بيده ! ما سلكت فجا إلا سلك الشيطان فجا سواه " ، - يقوله لعمر.
“Tidaklah engkau melalu satu jalan wahai putra al-Khaththab, melainkan setan akan melawati jalan lain (yang tidak kamu lewati).” (HR. Ibnu Abi Syaibah)*(AR)
Catatan:
Orang-orang Syiah sangat membenci nama-nama sahabat, khususnya para pemuka seperti Abu Bakar. Umar, Utsman, Umayah, Aisyah, Hafshah radhiyallahu anhum dan lain-lain. Oleh karena itu tidak seorang pun penganut syiah memberi nama tersebut kepada anak-anak mereka. anehnya Ali bin Abi Thalib begitu juga dengan keturunan-keturunannya justru memberi nama anak-anak mereka dengan nama-nama tersebut. Jadi betulkah orang-orang syiah itu loyal kepada Ali radhiyallahu ‘anhu?
Oleh: Syekh Utsman Shalih
Sumber: Majalah Islam Internasional Qiblati, Edisi 08, Th VII, Rajab 1433 H, Juni 2012, hal 20-22
0 Response to "TEHNIK MERUQYAH PENGIKUT SYI'AH LAKNATULLAH"
Post a Comment